Friday, May 25, 2007

Character

Character
“Karakter yang baik, lebih patut dipuji daripada bakat yang
luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah. Karakter
yang baik, sebaliknya, tidak dianugerahkan kepada kita. Kita
harus membangunnya sedikit demi sedikit --- dengan pikiran,
pilihan, keberanian, dan usaha keras”
Ada seorang teman berbagi sebuah cerita, tentang sebuah kampung di daerah Kartasura,daerah
Surakarta tempat mertuanya tinggal, berpenghasilan perbulan hanya Rp 200.000. Tapi percaya
atau nggak, sekitar Rp 150.000 dibelanjakan untuk kredit DVD. Sisanya ya untuk hidup seharihari.
Saya menggeleng kuat. Inilah yang saya sebut mentalitas miskin.
Tapi yah begitulah, meski dengan empat belas karakteristik miskin yang ditetapkan, masih sulit
mendefinisikan miskin itu sendiri. Karena sejujurnya saya pikir, pada masyarakat kita, miskin itu
sudah menjadi mentalitas. Bukan lagi kondisi dan keadaaan. Tapi karakter.
Kurangnya pendidikan, memang. Menimbang mana yang penting dan mana yang tidak penting.
Tapi mentalitas miskin inilah yang membuat mereka menilai ’bungkus’ terlalu tinggi dan
mengabaikan ’isi’. Menilai tinggi sesuatu yang tampak diluar dan mengabaikan tumbuh kembang
didalam. Memilih membeli televisi dan dvd ketimbang membeli susu untuk gizi bayi-bayi mereka.
Saya jadi teringat cerita dengan Mr.Venkatesh, orang Pentasoft. Asli orang India, bercerita bahwa
dia sudah menjelajahi seluruh mall di jakarta dan dia takjub setiap kali memasukinya. Saya heran,
memangnya di negeri asalnya tidak ada, dan dia dengan tegasnya mengatakan tidak ada. Ooh, saya
paham, dia dulu di Bangalore, bukan pusat India. Aaah, tapi jika Bangalore disamakan dengan
Semarang – sama-sama bukan ibu kota -- , masih timpang juga, bahkan di Semarang pun mallmall
besar berdiri megah.
Yah, itulah mentalitas Indonesia. Lihat, mall-mall mewah berdiri megah, sedangkan pusat
pendidikan terabaikan. Buku-buku mahal sekali. India, lanjutnya, mungkin seperti Mr.Venky tadi
bilang, no mall at all, atau setidaknya tidak ada yang semewah di Indonesia, tapi di Kompas pernah
dimuat profil sekolah kedokteran terbaik di dunia dan adanya di sana. Fiuhhh….
Dua orang temenku, suami-istri, yang jadi kayak sodara bagiku, Rizal ama Mba Sisil kebetulan
baru pulang dari menyelesaikan S2-nya di Inggris dengan herannya berkata, “handphonehandphone
di Indonesia bagus-bagus ya. Semua handphone terbaru, ada dan dibeli. Sedang di
Inggris yang notabene negara adidaya, gaungnya tidak seperti ini” . “Lha yo…wong Nokia 9500i
aja launchinge di Gran Melia Mbak”. Mmmh… saya jadi ingat juga sahabat dan beberapa teman
saya yang menghabiskan gaji satu dua bulannya hanya untuk membeli handphone jenis terbaru.
Padahal dia baru bekerja hitungan bulan. “Style, say….gmana seh lo, lo aja yang ketinggalan
jaman!”, katanya centil. “Damn” kataku. Saya Cuma tertawa kecil. Yah, antara paham dan heran,
tapi inilah mentalitas masyarakat Indonesia kebanyakan. Lebih menyukai ‘bungkus’, daripada ‘isi’.
Kalau menurut istilah marketingnya Pak Hermawan Kartadjaya, lebih mementingkan ‘context’
daripada ‘content’, itulah market Indonesia.
Mentalitas. Karakteristik. Apapun namanya, jika telah mendarah daging, berat untuk dilepas.
Karena karakter itu ibarat otot. Otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah
dilatih. Sebaliknya, ia akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan yang
terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Otot-otot karakter juga akan terbentuk melalui
praktik-praktik latihan, yang akhirnya akan menjadi kebiasaan.
Saya khawatir jika tidak ada yang berubah dengan mentalitas miskin bangsa ini tahun-tahun
mendatang, Kartu Kompensasi Bbm yang katanya merupakan usaha awal untuk meluncurkan
kartu jaminan sosial untuk orang miskin akan justru memperberat masalah bangsa kita. Hahaa....
karena alasan sederhana, orang-orang justru akan berebut menjadi miskin dan malas bekerja.
Mengutip ucapan Al Ghazali kalau akhlaq adalah tabiat atau kebiasaan dalam melakukan hal-hal
yang baik. Jadi, karakter ’miskin’ tadi meski sudah menghujam jauh ke akar masyarakat kita baik
menengah kebawah atau pun keatas, harus berusaha kita lepas. Dimulai dari unit terkecil
kehidupan kita....- Tapi jika itu membuat kita jatuh dan terpuruk pada akhirnya, ....
Mungkin benar apa yang dikatakan seorang pilosof, gak taw namanya, “Karakter adalah kualitas
otot yang terbentuk melalui latihan setiap hari dan setiap jam dari seorang pejuang spiritual.”
June,06,2006
Hari sudah hampir pagi, dan secangkir kopi toraja membuat mata masih belum bisa
terpejam,...”Ya Allah kenapa orang masih saja ngeliat sesuatu dari fisik bukan pada
content nya...Astaghfirullah,semoga saya salah”

No comments: