Tuesday, December 22, 2009

Kita sekarang dan Masa Depan

Salah satu ucapan yang tidak terasa sering kita ungkapkan adalah frase ’tidak terasa, ya’. Sehingga, diakhir pekan kita kerap mengatakan; ”Duh, tidak terasa ya, sudah hari jum’at lagi”. Dan diakhir bulan kita mengatakan;”Tidak terasa ya, kok sudah akhir bulan lagi”. Lalu diakhir tahun, kita bilang; ”Tidak terasa ya, sebentar lagi tahun baru.....” Waktu yang didepan seolah terlihat berat untuk dijalani, ternyata ’tidak terasa’ sudah kita lalui tanpa kendala yang berarti. Sekarang, mari diingat lagi; berapa tahun usia anda saat ini? Bukankah kita telah menjalani tahun demi tahun kehidupan kita itu, nyaris ’tidak terasa’ juga?

Kalau sedang berjalan kaki, saya sering menemukan paku di jalan. Demikian pula halnya ketika tengah bersepeda. Kehadiran paku dijalan menarik perhatian saya. Karena, saya merasa bahwa jalan bukanlah tempat dimana paku seharusnya berada. Pernah suatu kali kepalan tangan saya tidak lagi bisa dimuati oleh apapun karena didalamnya terdapat segenggam penuh paku yang saya punguti di jalan yang saya lintasi. Sehingga saya harus menyediakan wadah khusus untuk menampung paku-paku itu. Dalam hati saya berbisik;’seandainya semua paku di seluruh jalan di negeri kita dipunguti, berapa ton paku yang bisa dikumpulkan?’

Mungkin saya agak berlebihan soal ’berapa ton’ itu, kalau diartikan sebagai satuan berat ’seribu kiloan’. Tapi, kalau ’ton’ dalam pengertian satuan jumlah ’seribuan’, saya yakin ungkapan ’berapa ton’ itu tidak berlebihan. Artinya, ada ribuan buah paku yang berserakan di jalan. Ketika saya membayangkan beribu-ribu paku yang menghadang kita dijalan, saya juga membayangkan; betapa ban kendaraan kita berada pada situasi yang sangat kritis saat melintasi jalan-jalan itu. Karena, setiap kali kita melintas, maka ada peluang ban kendaraan kita tertusuk paku-paku itu. Anehnya, mengapa tidak semua kendaraan yang melintasi jalan itu bannya bocor terkena paku? Bahkan, dalam setahun saya lalu lalang disana, belum tentu ban kendaraan saya kena paku barang sekalipun. Padahal kita tahu, disana banyak paku berserakan.

Mengingat itu, hati saya sering menjadi lebih terhibur. Mengapa? Karena, seperti jalanan yang berpaku disana-sini itu; kadang-kadang saya melihat jalan hidup ini juga sedemikian beresikonya untuk dilalui. Resiko kehilangan pekerjaan, resiko ditolak oleh pelanggan, resiko dilecehkan teman, resiko disepelekan atasan, resiko tidak memperoleh pendapatan yang sepadan, resiko kebangkrutan, resiko ini, dan resiko itu. Rasanya, kita tidak perlu memungkiri bahwa semua kemungkinan itu sering membuat hati kita ciut. Namun, membayangkan bahwa setiap hari kendaraan kita melintasi jalan yang berpaku; maka setiap hari kita berpeluang untuk mengalami bocor ban di jalan. Anehnya, kita tidak setiap hari mengalami bocor ban.

Menerima fakta itu membantu hati saya untuk menyadari bahwa; meskipun setiap hari kita melintasi jalan kehidupan yang penuh resiko, tapi ternyata kita tidak selamanya mengalami kejadian ’semengerikan’ itu. Mari kita tengok kebelakang barang sejenak. Lima tahun yang lalu, misalnya, kita tidak bisa membayangkan bagaimana caranya menjalani kehidupan selama lima tahun kedepan. Namun, kenyataannya adalah; kita sudah menjalani waktu lima tahun terakhir ini hingga saat ini, dengan ’tanpa terasa’. Hebatnya lagi, ternyata kita baik-baik saja.

Sekarang, mari kita berdiri disebuah titik yang kita sebut sebagai ’saat ini’, lalu memandang jauh kemasa depan. Apakah kita merasakan kegalauan itu? Kita galau karena tidak ada kepastian akan masa depan kita. Tetapi, mari kita tengok beberapa tahun lalu ke belakang ketika kita merasakan kegalauan yang sama. Kita bisa sampai di titik ini, dengan selamat. Oleh karena itu, meski saat ini kita didera galau yang sama ketika memandang masa depan; semoga kita masih memiliki kekuatan untuk meyakini bahwa kita akan berhasil melewati masa depan itu seperti halnya kita telah berhasil melampaui masa lalu kita.

Ngomong-ngomong, menurut pendapat anda; mengapa ban mobil kita jarang bocor meskipun setiap hari melintasi jalan yang berpaku? Mungkinkah itu karena Tuhan melindungi agar ban mobil kita tidak terlampau sering terkena paku? Kalau begitu, menurut pendapat anda; mengapa hidup kita jarang bahkan tidak pernah mengalami peristiwa mengerikan, meskipun setiap saat kita melintasi jalan hidup yang berpeluang untuk mengalami peristiwa-peristiwa mengerikan? Mungkinkah itu karena Tuhan tiada henti-hentinya menjaga diri kita agar tidak mengalami hal-hal mengerikan yang melampaui batas kemampuan kita?

Lebih dari itu, Tuhan telah menjagakan kita agar tidak semua peluang tak menyenangkan itu benar-benar menjadi kenyataan. Memang, kita menghadapi begitu banyak peluang buruk yang tidak kita sukai. Namun, Tuhan telah menebarkan peluang baik jauh lebih banyak dari hal-hal buruk yang mungkin menimpa diri kita. Dan itu cukup untuk membuktikan bahwa sebenarnya Tuhan berpihak kepada kita. Sebab, ketika Dia memberi peluang baik lebih banyak dari peluang buruk, maka sesungguhnya Dia ingin agar kita berkesempatan untuk mendapatkan peluang baik itu.

Jika sampai sekarang hidup kita baik-baik saja; tidak berarti bahwa kita tidak pernah mengalami cobaan, bukan? Kita mengalami banyak cobaan, namun sejauh ini semua cobaan itu masih dalam batas-batas kemampuan kita. Ini cocok dengan penjelasan guru ngaji saya bahwa; ”Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada seseorang, melainkan dalam batas kemampuan dirinya.”

Peluang buruk itu seperti paku yang berserakan dijalan. Jika kita memilih untuk memarkir kendaraan dirumah karena khawatir bannya akan kempes tertusuk paku yang berserakan; maka kita tidak akan pergi kemana-mana. Sebaliknya, jika kita bersedia mengambil resiko itu, maka kita akan mengeluarkan kendaraan dari garasi. Lalu kita melintasi jalan yang seharusnya kita lalui. Meskipun itu berarti bahwa kita menghadapi resiko ban bocor. Namun, kenyataannya ban kita tidak terlampau sering bocor. Bahkan, sekalipun kita melintasi jalan berpaku setiap hari.

Barangkali, jalan hidup kita juga memang demikian. Meskipun banyak resiko yang kita hadapi saat melintasinya; namun, tampaknya kita akan baik-baik saja saat menjalaninya setiap hari. Sehingga, memilih untuk menyingsingkan lengan baju lalu bangkit berdiri, kemudian melangkah menjalani hidup ini; adalah pilihan yang jauh lebih baik daripada menyerah dan berdiam diri. Sebab, saat kita menyerah; kita melewatkan beribu kesempatan dan kemungkinan untuk memperoleh anugerah yang kita sendiri tidak pernah tahu sebesar apa. Sebaliknya, saat kita berserah diri kepada keberpihakan Tuhan terhadap kesuksesan kita, lalu kita memohon ijin kepada-Nya untuk berikhtiar; maka kita memiliki harapan untuk berhasil melintasi perjalanan hidup ini dengan baik. Dan, tanpa terasa; kita bisa tiba diakhir perjalanan yang telah Tuhan tentukan untuk kita. Lalu saat itu kita boleh kerkata; ”Tuhan, telah kutunaikan seluruh panggilan-Mu. Dengan segala kurang dan lebihku. Dan kini,
ijinkan aku untuk menyerahkan penilaian akhir kepada-Mu....”

Mari Berbagi Semangat!

Thanks to Pak DK

Thursday, December 17, 2009

Motivasi Intrinsik

Di antara bentuk keterampilan jiwa sang juara sejati adalah menyadari sumber motivasi yang sangat kuat serta menjadi modal utama baginya dalam mencipta keajaiban. Motivasi internal/intrinsik, demikian para pakar motivasi menamai jenis motivasi yang relatif permanen ini. Sebagian lain menamainya dengan motivasi diri (self motivation).

Motivasi diri merupakan energi dari dalam diri sang juara yang mengarahkan tingkah lakunya. Ia hadir dengan didasari kesadaran yang menyeluruh atas eksistensi diri dan tujuan hidup untuk menjadi manusia yang bermakna lebih dari adanya. Para komikus menamai manusia yang bermakna lebih dari adanya ini dengan istilah “Superman”, Nietzsche menyebutnya “Uebermensch” (manusia unggul), para ulama menyebutnya “Insan Kamil” (manusia sempurna), dan Saya ingin menyebutnya “Sang Juara”.

Motivasi jenis ini relatif permanen dan kuat karena sumbernya dari dalam diri: ‘Aku’-lah penentunya, dan ‘Aku’-lah pelakunya, maka motivasi ini menjadi bagian inheren dalam diri ‘Aku’ sehinggat teramat sulit untuk dilepaskan. Ia terus bertumbuh dan berkembang dalam ‘Aku’. Ia pun tak pernah henti untuk memicu dan memacu ‘Aku’ untuk senantiasa menoreh sejarah kesuksesan sang juara sejati.

Motivasi diri memiliki dua bagian: mental dan fisik. Secara mental, sang juara mengimajinasikan kemana dia ingin pergi. Dan secara fisik, sang juara mengambil tindakan untuk menuju ke sana. Pikiran dan tindakan memiliki tingkat urgensitas yang sama bagi Sang juara sejati dalam membangun kesuksesan hidupnya.

Orang yang termotivasi oleh dirinya sendiri menyertai kata benda dengan kata kerja: ia menentukan sasaran-sasarannya (kata benda) dan bertindak mencapainya (kata kerja). Demikian memo motivasional bagi Sang juara sejati.

Bertanyalah kepada Sang juara sejati! Niscaya dia memiliki kejelasan sasaran-sasaran yang ingin dicapai dan senantiasa dalam keadaan bertindak untuk mencapai keberhasilannya. Tidak lama setelah dia mencapai sasarannya, ia akan menetapkan sasaran-sasaran yang lebih tinggi guna meningkatkan kesuksesan yang dia capai (QS94:7).

“Motivasi diri merupakan suatu kunci menuju kesuksesan. Saya menyebutnya ‘The Miracle of Motivation’ (keajaiban motivasi)!” Demikian George Shinn menjelaskan hubungan antara motivasi diri dengan kesuksesan. Dia juga menjelaskan hubungannya dengan iman: “Saya yakin bahwa iman adalah pemotivasi utama manusia….!”.

Hal ini senada dengan sabda Rasulullah 15 abad yang lalu, “Al Imanu yashna’ul khawariq!” (Keimanan itu senantiasa melahirkan keajaiban-keajaiban fantastis). Sejarah telah membuktikan para pemilik keimanan mampu melakukan hal-hal yang kalaulah sejarawan tidak mengabadikannya, niscaya kita tidak akan pernah percaya bahwa dunia ini pernah dihuni oleh orang-orang dengan prestasi sehebat itu.

Ternyata, rahim motivasi paling subur yang senantiasa mampu melahirkan keajaiban-keajaiban tersebut bernama keimanan!

Bungkus Palsu

Teman ... copy paste dari e-mail seseorang
Sebuah pelajaran untuk kita, yg kadang masih memandang org dari luarnya saja
Orang berdasi rapi kita hormati, eh ternyata copet Sopir bajaj kita anggap lalu, padahal dia sayang keluarganya & taqwanya kpd Allah melebihi diri kita yg kerja di gedung mentereng.
Dont judge the book by its cover, but READ THE BOOK !! =)

Jessica Chandra adalah anggota baru di sanggar tari. Wanita mungil itu selalu
terlihat lincah dan riang. Gayanya luwes. Senyumnya ramah. Tidak banyak yang
mengetahui usianya sudah berkepala tiga. Sepintas gayanya lebih mirip mahasiswi daripada seorang Ibu beranak satu.

Minggu lalu Jessica terlambat. Dia tidak ingin kejadian itu terulang lagi.
Setelah sepeda motor bututnya diparkirkan, dengan langkah tergesa-gesa Jessica langsung menuju meja resepsionis. Masih seperti biasa, senyum lebar selalu menyungging di bibirnya. Lalu dia menyodorkan kartu keanggotaan untuk diabsensi.

Jessica baru menyadari air botol minum di kantong samping ranselnya kosong.
Ternyata dia lupa mengisi ulang botol minumnya karena tergesa-gesa. Jessica
mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Mencari air dispenser. Dalam benaknya, disanggar tari sebesar itu pasti ada air dispenser yang disediakan untuk para member.

Dengan rasa sungkan dan ragu, Jessica bertanya kepada resepsionis apakah ia
boleh meminta botol air minumnya diisi kembali. "Oh, boleh", jawab resepsionis. Dipanggillah seorang pelayan dapur "Maaf, mbak. Saya lupa mengisi air minum, boleh tolong diisikan ?", tanya Jessica. Jessica lalu memberikan botol minum berukuran 500 cc itu kepada pelayan dapur. Pelayan dapur agak ragu menerima botol minum tersebut. Dengan gelisah ia masih berdiri di sana , seakan-akan menunggu persetujuan dari seseorang. Jessica sedikit heran. Keengganan itu terlihat begitu jelas.

Kemudian datanglah seorang wanita paruh baya. Entah siapa dia, tapi Jessica
sering melihatnya di kafe lantai bawah. Mungkin pemilik sanggar tebaknya. Jessica merasa tidak enak dengan tatapan tajam dari mata wanita itu. Pelayan dapur agak gugup menjelaskan maksudku kepada wanita tersebut.

"Mbak ini minta air minum", kata pelayan kepada wanita tua. Wanita tua dengan
sorot tidak bersahabat berkata : "Kenapa tidak beli saja air mineral, dek ?
Kami ada menjualnya di sini".

Jessica menangkap pesan penolakan. Dia tau wanita itu enggan mengisikan air
minumnya. "Oh, gak boleh ya. Kalo gitu gak papa kok".

Senyum Jessica sedikit agak dipaksa. Dia mengambil kembali botol minumnya
dari tangan pelayan dapur dan segera bergegas melangkah ke lantai dua. Meski
sedikit kecewa, Jessica menghibur diri bahwa dia tidak akan mati dehidrasi
saat latihan.

Sementara di lantai bawah, masih terdengar debat kecil antara wanita tua itu dengan resepsionis. Jessica tidak lagi memperdulikan. Dia hanya ingin latihan hari itu segera usai.

***
Hari berikutnya, Jessica masih rutin mengikuti latihan seperti biasanya. Meski ada rasa tidak enak, Jessica tetap santun menundukkan kepalanya sambil tersenyum kepada wanita tua itu ketika menyapanya. Jessica sama sekali tidak pernah menceritakan kejadian itu pada siapapun. Yang pasti sejak itu, Jessica sangat memperhatikan botol air minumnya.

***
Suatu sore, Jessica tidak mengendarai sepeda motor bututnya. Suaminya berjanji akan menjemputnya. Hujan mengguyur deras sekali. Usai latihan, Jessica segera turun. Dia melihat hidangan mie goreng dan nasi goreng di meja. Malam itu adalah perayaan tahun pertama berdirinya sanggar tari.

Wanita tua itu terlihat sibuk melayani para member lainnya. Mengajak mereka makan. Banyak yang menolak halus, mungkin takut gemuk, mungkin juga ingin segera pulang. Jessica pun menolak halus ketika ditawarkan. Makan terburu-buru bukan kebiasaannya. Lagipula, dia tidak ingin suaminya menunggu lama.

Jessica mengecek HPnya. Ternyata sms dari suaminya mengabari terlambat menjemput. Jessica masih berdiri di luar dan menunggu di sana . Tiba-tiba wanita tua itu telah di sampingnya.

"Kamu lagi menunggu seseorang ?" "Iya. Suamiku" "Suami ? Saya pikir kamu masih mahasiswi" Jessica tertawa. "Aku sudah 35 tahun" "Menikah muda ya ?" "28"
Jessica tidak tau pasti apakah umur segitu termasuk menikah muda.
"Bukankah kamu yang biasanya mengendarai sepeda motor ?", tanya lagi wanita
itu. Tentu saja mudah dikenali. Karena Jessica satu-satunya wanita yang
mengendarai sepeda motor ke sanggar. Kebanyakan member yang lain mengendarai
mobil, sebagian lagi didrop oleh supir.

"Iya. Hari ini dijemput suami, jadi aku gak bawa motor".
"Oh, itu dia jemputanku", Jessica menunjuk pada sebuah mobil Mercedes hitam mengkilap seri terbaru yang berhenti pas di tempatnya menunggu.

"Bukankah Itu mobil Bapak Adjie ?", tanya wanita tua penuh rasa
penasaran. "Yah, Mas Adjie adalah suamiku".

Wanita itu terkejut. Tatapannya masih tidak percaya ketika melihat Jessica
melambaikan tangan dan menembus hujan masuk ke dalam mobil.

Mobil itu telah lama berlalu, tapi wanita tua masih berdiri sana , melongo.
Ketika memori membawanya kembali pada kejadian air minum itu, rasa malu
menghantam keras hatinya. Tiba-tiba dunia terasa gelap.

Adjie ! Dia adalah sponsor utama yang selalu mendukung kegiatan sanggar
tarinya. "Oh, tidak".

***
Sahabat, kita sering menganggap diri kita adalah orang baik. Tapi ketika kita
dihadapkan pada bungkus luar dari apa yang mereka pakai, dari kendaraan yang
digunakan, begitu gampangnya sikap hati kita berubah.

Bila "bungkus luar" itu bagus, kita cenderung "mengangkat tinggi-tinggi"
orang tersebut. Sebaliknya bila "bungkus luar" jelek, kita lalu
menjengkalnya, menyepelekan mereka. Senyum kita jadi palsu. Kebaikan hati
kita jadi basa-basi.

Hendaknya di dalam pelayanan, kita juga tidak memandang 'bungkus luar' dari
tiap-tiap orang "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"

Friday, November 20, 2009

Aku Bukan Pilihan by Iwan Fals

Lagu ini sebagai backsound waktu Jalan ke Lampung dulu.



Aku Bukan Pilihan by Iwan Fals


kiniku mengungkapkan
siapakah dirimu
yang mengaku kekasih itu
aku tak bisa memahami...

ketika malam tiba
kurela kau bertanya
dengan siapa kau melewatinya
aku tak bisa memahami...

reff:
aku lelaki tak mungkin menerimamu bila
ternyata kau mendua membuatku terluka
tinggalkan saja diriku yang tak mungkin menunggu
jangan pernah memilih aku bukan pilihan

selalu terungkap tanya
benarkah kini dirimu
wanita yang kukenal hatinya
aku tak bisa memahami...

(reff)
tak perlu kau memilihku
aku lelaki bukan tuk dipilih

Tuesday, November 17, 2009

Lift kehidupan

Kita semua tentu mengenal lift. Dengan alat itu kita bisa naik atau turun tingkat pada sebuah gedung tinggi. Jika kita ingin naik, tinggal menekan tombol naik; lalu lift membawa badan kita naik. Jika kita ingin turun, tinggal pencet tombol turun; lalu lift itu dengan patuh membawa tubuh kita turun. Secara kasat mata, lift membawa kita naik atau turun. Namun, apakah lift juga bisa membawa ‘diri’ kita menuju ke tingkat yang kita inginkan?

Saya pernah mengunjungi sebuah gedung di SCBD, gedung itu memiliki lift yang unik. Pada kebanyakan gedung bertingkat lain, jika kita ingin menuju ke lantai tertentu, kita cukup menekan tombol up atau down saja. Jika ada orang lain yang sudah menekan tombol itu, maka kita tidak usah bersusah repot lagi untuk menekannya. Istilahnya, kita bisa nebeng kepada usaha orang lain, untuk tiba di tingkat yang kita inginkan. Ketika salah satu pintu lift akan terbuka. Lalu kita memasukinya. Didalam lift itu, barulah kita menekan tombol nomor lantai yang hendak kita tuju. Jika ada orang lain yang sudah menekan ke lantai yang kita ingin tuju, kita boleh berdiam diri saja. Kita sebut saja system seperti ini sebagai lift konvensional.

Di gedung itu tidak bisa begitu. Karena untuk menuju ke lantai tertentu kita harus ‘terlebih dahulu’ menekan nomor lantai yang kita inginkan secara digital ‘diluar lift’. Setelah itu, sistem canggih tersebut memilihkan untuk kita lift mana yang akan membawa kita ke lantai yang kita inginkan. Contohnya, kita menekan angka 1 dan 0 untuk menuju ke lantai 10. Maka sistem itu akan mengarahkan kita kepada lift P, misalnya. Dan itu berarti bahwa kita harus menggunakan lift P untuk bisa sampai ke tempat yang akan dituju.

Ketika pintu lift yang bukan P terbuka, maka kita diam saja. Sekalipun lift itu masih kosong. Sekalipun kita sedang terburu-buru, kita tetap tidak memasukinya. Mengapa? Karena lift itu tidak akan membawa kita ke Lt 10 yang kita tuju. Dan karenanya kita akan tetap fokus kepada lift P. Dan kita hanya akan memasuki lift P, seperti niat kita semula. Ketika pintu lift P terbuka, kita memasukinya tanpa harus menekan apapun lagi. Karena, lift itu akan membawa kita ke lantai 10 yang kita pilih diawal tadi. Saya menyebutnya lift kontemporer.

Lift konvensional versus lift kontemporer. Di lift konvensional, kita boleh saja menyerahkan tujuan hidup kita kepada arus yang diciptakan oleh orang lain. Kita boleh ikut orang lain yang sudah terlebih dahulu menekan tombol. Tidak masalah apakah tujuan orang itu sama dengan tujuan kita atau tidak. Begitu tombol up atau down ditekan oleh orang lain, maka kita tinggal mengikuti arusnya saja.

Di lift kontemporer, kita tidak bisa lagi melakukan hal itu. Artinya, kita tidak bisa mengikuti saja apa yang orang lain lakukan dengan lift itu tanpa tahu tujuannya terlebih dahulu. Kita boleh mengikuti orang itu, hanya jika kita tahu persis bahwa tujuan orang itu adalah lantai yang sama dengan yang ingin kita tuju. Anda tidak boleh mengikuti orang lain jika tujuannya berbeda dengan Anda. Bahkan, Anda pun tidak boleh mengikuti orang lain dan menyerahkan tujuan Anda kepada orang lain yang Anda tidak tahu apakah tujuannya sama dengan Anda atau tidak.

Lift konvensional versus lift kontemporer. Di lift konvensional, kita tidak perlu merencanakan, kemana kita akan pergi. Di lift kontemporer, kita harus merencanakan, kemana kita akan pergi. Sebab, jika kita tidak merencanakan kepergian kita, maka begitu memasuki lift kontemporer ini, kita akan langsung tersesat. Sebab, lift itu tidak membawa kita ke tempat yang ingin kita tuju. Melainkan tempat antah berantah yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Jika lantai yang ingin kita tuju itu adalah ‘tujuan hidup’ kita. Dan jika kehidupan kita ini adalah sebuah lift yang akan membawa kita kepada tujuan hidup yang ingin kita capai itu, maka kiranya layak jika kita mengajukan 3 pertanyaan ini:

Pertama, “Apakah kita bisa mengandalkan dan menyandarkan diri kepada orang lain yang belum jelas kemana arah tujuannya?”

Kedua, “Apakah kita bisa memasuki pintu lift peristiwa kehidupan mana saja, yang tidak jelas ke lantai kehidupan mana dia akan menuju?”

Ketiga, “Apakah kita bisa membiarkan diri kita dibawa oleh lift kehidupan itu tanpa harus menentukan terlebih dahulu, lantai dimana tujuan kehidupan kita didefinisikan?”

Kita tidak selama-lamanya berhadapan dengan lift kehidupan konvensional hingga kita boleh saja menyerahkan seluruh kepentingan hidup dan tujuan hidup kita kepada orang lain yang sudah terlebih dahulu men-set lift itu. Sebab, ada kalanya kita berhadapan dengan lift kehidupan kontemporer. Sehingga kita harus benar-benar melakukan sendiri, dan menentukan sendiri; tujuan yang ingin kita capai dalam hidup kita.

Kita tidak selama-lamanya berhadapan dengan lift konvensional hingga kita boleh saja memasuki lift kehidupan manapun yang terbuka lebih dahulu. Sebab, ada kalanya kita berhadapan dengan lift kehidupan kontemporer. Sehingga kita harus benar-benar fokus, hanya kepada lift kehidupan yang akan membawa kita kepada tempat tujuan yang sudah kita rencanakan saja.

Kita tidak selama-lamanya berhadapan dengan lift kehidupan konvensional hingga boleh-boleh saja jika kita tidak menekan dan merencanakan tombol tujuan kehidupan sebelum memulai perjalanan ini. Karena didalam lift kehidupan konvensional, ‘akan ada kesempatan’ untuk menekan tombol itu. Nanti didalam lift. Namun, ada kalanya kita berhadapan dengan lift kehidupan kontemporer. Sehingga untuk bisa sampai kepada tujuan hidup yang kita inginkan; kita harus memulainya dengan merencanakannya terlebih dahulu. Sebab, didalam lift kehidupan kontemporer ‘tidak akan ada lagi kesempatan’ untuk menekan tombol itu. Semuanya serba terlambat. Dan kita akan segera tersesat.

Namun demikian, lift kehidupan konvensional dan lift kehidupan kontemporer memberi kita inspirasi untuk menentukan; kapan saatnya kita boleh mengikuti arus yang dibuat oleh orang lain. Dan kapan saatnya untuk mengandalkan kemampuan diri kita sendiri.

Monday, November 9, 2009

selalu ada jalan pulang

Kadang kita merasa, bahwa diri merasa sangat hina karena sudah terlalu banyak lupa atau terlalu sering lalai. Dan kita merasa tak pantas ‘mendekat’ pada Allah. Padalah sungguh, Allah rindu pada orang-orang yg berpaling. Rindu agar kita kembali pada-Nya.

Allah berfirman, “Andaikan orang-orang yg berpaling dari-Ku mengetahui kerinduan-Ku atas kembalinya mereka dan cinta-Ku akan taubatnya mereka, niscaya mereka akan meleleh karena rindunya mereka kepada-Ku. Wahai Daud, demikianlah cinta-Ku kepada orang-orang yg berpaling, maka bagaimanakah cinta-Ku kepada orang-orang yg datang kepada-Ku?”

Kadang kita merasa, bahwa diri tak pantas lagi meminta sekedar ampunan. Karena sudah terlalu banyak dosa. Padahal Allah sungguh membela manusia di hadapan para Malaikatnya, bahkan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa ketika seorang hamba yg berlumuran dosa menengadahkan tangannya ke langit sambil berkata, “Wahai Tuhanku.” Maka malaikat buru-buru menghalangi suara orang itu agar tidak terdengar sampai ke langit. Begitu si hamba mengulanginya, “Wahai Tuhanku,” malaikat kembali menghalangi suaranya. Pada kali ketiga ia meminta, “Wahai Tuhanku,” malaikat tetap menutupi suara itu. Sampai pada panggilan keempat, Allah berfirman,

“Sampai kapan kalian menghalangi suara hamba-Ku untuk sampai kepada-Ku? Aku penuhi panggilanmu wahai hamba-Ku. Aku penuhi panggilanmu wahai hamba-Ku. Aku penuhi panggilanmu wahai hamba-Ku. Aku penuhi panggilanmu wahai hamba-Ku.”

Allah kemudian berfirman, “Wahai anak Adam, aku telah menciptakanmu dengan tangan-Ku, Aku bimbing engkau dgn nikmat-Ku, tetapi engkau menyalahi Aku dan bermaksiat kepada-Ku. Jika engkau kembali kepada-Ku, maka Aku terima taubatmu. Dimanakah engkau bisa mendapatkan Tuhan seperti Aku? Akulah Dzat yg Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Allah juga berfirman, “Wahai hamba-Ku, Aku telah mengeluarkan kalian dari tidak ada menjadi ada, Aku menciptakan untukmu pendengaran pengelihatan, dan pikiran. Wahai hamba-Ku, aku tutupi aibmu tetapi engkau tidak sedikitpun merasa takut pada-Ku. Aku senantiasa mengingatmu tetapi engkau melupakan-Ku. Aku malu kepadamu tetapi engkau tidak pernah merasa malu kepada-Ku. Siapakah yg lebih besar kasih sayangnya daripada Aku? Siapakah yg pernah datang mengetuk pintu-Ku lalu Aku tidak membukanya? Siapakah yg meminta kepada-Ku yg tidak Aku beri? Apakah aku ini Dzat yg Bakhil sampai hamba-Ku begitu bakhilnya kepada-Ku?”

Allah juga berfirman, “Sungguh, Aku mendapati diri-Ku sangat malu pada hamba-Ku yg mengangkat kedua tangannya sambil berkata, “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku,” lalu Aku menolaknya. Para Malaikat berkata, “Wahai Tuhan kami, dia itu tidak pantas untuk diampuni.” Lalu Allah berfirman, “Tapi aku Maha Pemberi takwa dan Maha Pengampun, karena itu Aku persaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku.”

Ternyata selalu ada jalan pulang kembali kepada-Nya…

Thanks to Mas Yusuf atas pencerahannya

Thursday, October 29, 2009

Jalur Vertikal

Coba kita lihat.. perbedaan antara tanda plus (+) & tanda minus (-), hanyalah 1 garis vertikal saja. seandainya garis vertikal pd tanda plus dihapus maka ia akan jd minus juga.

Maksudnya? nah itu dia. Semua hal di dunia ini ternyata punya potensi negatif, yg menjadikannya positif hanyalah garis ke atas alias jalur keTuhanan. Semakin kita punya jalur ke atas yang kuat, maka prinsip hidup kita jd jelas dan akan mempositifkan banyak hal.

So, vertikal (spiritualitas) itu bukan memisahkan horisontal (hubungan kemanusiaan), tp melengkapinya agar hubungan horisontal senantiasa harmonis dan menguntungkan (win win solution).

Thursday, August 6, 2009

Kanan dulu baru Kiri

Dulu saya pikir otak kanan itu sangat menentukan. Ternyata, setelah saya pelajari dan saya praktekkan sekian lama, akhirnya saya terpaksa mengakui... ternyata... ternyata itu memang benar! Salah satunya, tentang intuisi.

Begini. Mulailah dengan yang kanan (otak kanan). Kemudian? Barulah dijabarkan dengan yang kiri (otak kiri). Saya perjelas. Itu artinya, intuisi atau firasat dulu, baru analisis. Blink dulu, baru think.

Seorang pemimpin bisnis yang ditawarkan suatu lokasi usaha, detik itu juga hatinya membatin, "Hm, sepertinya tempat ini bagus." Yap, intuisinya (otak kanan) yang bekerja. Setelah itu, barulah otak kirinya yang berputar. Data-data pun dikumpulkan, dicermati, dan ditimbang-timbang.

Yap, kanan dulu, baru kiri.
Blink dulu, baru think.
Intuisi dulu, baru analisa.

Nah, masalahnya intuisi itu tidak bisa diwakilkan dan tidak bisa di-outsourcing. Kalau analisa? Yah, bisa. Bisa diwakilkan pada bawahan. Bisa juga di-outsourcing. Nah, makanya asah otak kanan. Right? :)


untuk seseorang yang sedang mengkoreksi cara berpikirku, thankyou banget

Tuesday, June 2, 2009

Anchor News Kita dan Nama Orang

Gak sengaja nemu sebuah blog yang memantau dan mengidolakan semua newscaster di stasiun TV Indonesia. Bahkan sampai me-rate dan mem-vote siapa newscaster terbaik.

Ada hal aneh tentang newscaster yang gue temukan.

1. Mereka SELALU ganteng/cantik
Mari kita akui, gue belum pernah ngeliat newscaster yang mukanya jelek kayak mayat ngambang 3 hari.

2. Mereka SELALU pintar

3. Nama mereka SELALU catchy. Tinjau nama-nama di bawah ini:
Tina Talisa
Grace Natalie
Githa Nafeeza
Nane Nindya
Chantal della Concetta
Sandrina Malakiano
Jason Tedjasukmana

Dari sini gue nemu beberapa rumusan dalam hal nama newscaster. Hal yang sama pernah dibikin joke oleh Jon Stewart. Gua gak nyangka aja di Indonesia sama rumusnya:

1. Huruf pertama dari nama depan dan nama belakang, sama. Bukti:
Tina Talisa
Nane Nindya

2. Namanya berima. Bukti:
Tina Talisa
Githa Nafeeza
Nama berima ini punya banyak kegunaan. Nama berima juga sangat berguna dalam industri musik dangdut dan porn star. Jadi jaman krisis gini kalo sampe diphk dari stasiun TV, masih ada lah lapangan kerja.
“Permisi Mas, saya mau audisi newscaster.”
“Baik. Buka bajunya dan nungging di depan.”

3. Namanya, bisa memakai 2 nama depan. Bukti:
Tina Talisa
Grace Natalie
Nane Nindya
Astrid Katherene
Hanya saja gue menemukan ini berlaku hanya untuk perempuan. Maksud gue, gue belum pernah nemu newscaster cowok namanya Budi Bambang.

4. Punya nama belakang atau nama depan yang asing, memberikan obskuritas bahwa elu indo. Bukti:
Chantal della Concetta
Sandrina Malakiano
Jason Tedjasukmana
Catherine Keng
Sumi Yang
Hadijah Al-Jufri
Ziza Hamzah

Beudeuh! keren bener! Kalo mau curang, ini juga bisa.
Bapaknya Jember.
Ibunya Nganjuk.
Anak nya? Riandita Jefferson.
Minggir orang laen!

Jadi bapak-bapak dan ibu-ibu, itu lah tips dan trik ngasih anak nama, agar kelak anaknya bisa masuk TV, gaji gede tapi masih terlihat cantik, pintar dan gak diuber-uber infotainment. Gak perlu namain anaknya yang susah-susah amat. Ntar dia sendiri kesulitan reporting di TV.

Reporter: “Demikian dari Jakarta, Saya, Hendra Kjhlskewwbcnwows, melaporkan.”

Ribet kan?

Ini beberapa contoh proses wawancara newscaster, kalo lu mau tau:

Contoh 1:
pewawancara: namanya siapa mbak?
future anchor: Laura Chaniago
Pewawancara: wah namanya bagus! mbak dari paraguay?f
uture anchor: Nggak mas, saya dari pariaman.

Contoh 2:
pewawancara: namanya siapa mbak?
future anchor: Suzi Suzetta
Pewawancara: wah namanya bagus! IPKnya berapa mbak?
future anchor: 1.4
Pewawancara: ok, saya tulis aja jadi 3.4 ya mbak. Lanjut aja sana ke medical check up.

Contoh 3:
pewawancara: IPKnya berapa mbak?
future anchor: 3.4
pewawancara: bagus. Kalo nama?
future anchor: Laura Dela Concetta
Pewawancara: Wah, asalnya di mana? Spanyol?
Future anchor: Jember
Pewawancara: Gak papa, gak akan ditanya kok. Tolong pipis di botol ini dan lanjut ke medical check up. Gak, gak, pipisnya gak perlu depan saya, makasih.

Contoh 4:
pewawancara: IPKnya berapa mbak?
future anchor: 3.99
pewawancara: bagus. Kalo nama?
future anchor: Marsinah
Pewawancara: Exit sebelah kiri mbak.

There you have it. Cara ngasih nama anak yang bener dan komplikasinya. Sekarang gue cabut dulu dan doa semoga gak ada anchor yang baca postingan ini huahahah.


taked from : Adhitya Mulya

Monday, May 25, 2009

Doa dan Prerogatif Allah SWT

Doa, adalah proses menyandarkan diri pada Khalik Pencipta yang Pengasih. Melemah untuk menjadi “si kuat” karena menyatu ke dalamNya, “Ya Alloh, adalah kewajiban hamba memperjuangkan cita-cita ini. Tapi soal hasil adalah urusan Engkau!”

Dengan itu bebaslah jiwa kita.

Hadis Rasul mengatakan, “Orang-orang yang tidak terikat dan bebas sudah lebih dulu unggul!”. Sahabat kemudian bertanya, jenis manusia seperti gerangan apakah yang bisa seperti itu? Rasul menjawab: “Laki-laki dan perempuan yang tidak henti-hentinya mengingat Alloh!”

Alloh memiliki keberdayaan yang lebih tinggi. Dengan bersandar kepadanya hati menjadi tenang.

Alloh menyapa mereka yang selalu berdzikir mengingatNya baik dalam keadaan :duduk, berdiri atau sedang berbaring dengan panggilan: Wahai Jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya (QS 89:27-30)

Kesungguhan itu penting, tetapi hati kita harus pasrah kepada pengaturanNya. Alloh mengajari kita: Mereka yang berjuang dan bersungguh-sungguh demi Kami, Kami pasti akan menunjukkan mereka ke jalan Kami.


Kewajiban manusialah untuk berusaha keras, soal “hasil” adalah urusan prerogratif Alloh. Prinsip ini harus diteguhkan dan musti bebas dari keadaan “mendua

Begitu pentingnya doa –yang dalam banyak tingkatannya membanjiri gelombang Alpha pada manusia—maka Alloh mengkritik manusia yang malas berdoa begini: Manusia sungguh melampaui batas karena melihat dirinya tiada memerlukan siapa-siapa (QS 96:7).
Padahal masih kata Alloh, “Aku pasti mengabulkan doa hamba-hambaKu apabila dia berdoa kepadaKu(QS 2:186)”.

Maka ingatlah Aku, pasti Aku akan mengingatmu….(QS 2: 152).
Begitu juga doa dalam kaitannya dengan kewajiban kita menyerap ilmu. Ketika Nabi bertanya kepada Jibril tentang ilmu batin, yakni atmosfir jiwa yang penuh gelombang Alpha yang membuat manusia tenang, maka jawab Jibril: Ilmu itu adalah salah satu diantara rahasiaKu. Aku mematrikannya di dalam hati hambaKu dan tak satupun makhluk-Ku yang memahaminya.

Kalau begitu adakah sesuatu lain yang pantas dimintai selain daripadaNya?

Doa, selalu merupakan rangkaian kata positif yang mensugesti jiwa kita.
Seperti Henry Ford Raja Mobil Amerika bilang, “Apa pun yang kamu katakan tentang dirimu, baik itu menyangkut — Aku bisa atau Aku tak bisa—sama saja, akan begitulah kamu menjadi dirimu. Manusia adalah bagaimana dia berpikir tentang dirinya!”

Kita adalah umat Muhammad yang diajari bersikap, “PengabulanMu ya Alloh atas doa-doa kami adalah fungsi dari iman pasrah dan kerja keras kami. Sungguh, tak ada sesuatu pun yang sulit bagiMu. Engkau yang apabila berkata jadi maka: jadilah. Sungguh takkan ada sesuatupun terjadi tanpa seijinMu!”

Tugas kita tinggal sekedar berjuang. Soal hasil hari ini, itu semua merupakan bagian dari rencana besar Alloh ke depan nanti. Aneh sekali kalau manusia mesti menangisi apa yang tak didapatkannya hari ini. Sesungguhnya Alloh lebih tahu apa yang manusia tak mengetahuinya.

Persis seperti sikap pasrah Alpha di atas, pokoknya apa-apa saja yang kita katakan dan pikirkan adalah ramalan yang akan terbukti dengan sendirinya. Para Psikolog besar sepakat dengan ini. Guru Besar Manajemen Petter Drucker bilang begitu. Steven Covey yang terkenal dengan buku: 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif yang menggegerkan masyarakat Amerika, juga yakin begitu.

Dan sebenarnya nun sudah sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu, Alloh melalui Rasul Muhammad sudah mengajarkan itu: Sesungguhnya Aku mengikuti prasangka hambaKu.
Interelasi doa dengan keterwujudannya agaknya mirip seperti interelasi antara traffic-ligth dengan manusia. Begitu menyala merah, berhenti. Begitu hijau, jalan.

Manusia merespon pergantian warna-warni itu.

Begitu pula sistem komputer semesta Alloh, dia merespon warna-warni aura yang kita pancarkan karena perasaan, pikiran dan perbuatan kita.

Berfirman Alloh: Aku bersama dengan orang-orang yang berdoa kepadaKu. Aku dekat dengan hambaKu jauh lebih dekat daripada urat lehernya (QS 50:16).


Thanks to Mr Yana

Friday, May 22, 2009

Optimis

Optimisme tidak sama dengan Positive thinking. Optimisme adalah response internal kita terhadap sesuatu keadaan. Optimisme membuat kita menjadi persisten, sanggup menerima kegagalan dan bangkit berjuang lagi, karena kita yakin akan bisa mengatasi kesulitan dan menjadi sukses. Optimisme lebih penting daripada Positive Thinking, karena Optimisme memberikan dorongan bergerak dan mamacu kita bertindak.

Optimisme membuat kita hidup lebih berarti, mau bekerja lebih keras, pantang menyerah, dan berbahagia. Optimisme adalah kemampuan melihat gelas itu setengah penuh dan bukan setengah kosong. Salesman yang optimis akan lebih mampu menjual, olahragawan yang optimis akan lebih sering menang, dan pebisnis yang optimis akan lebih mungkin sukses.

Didalam setiap orang selalu ada diskusi internal, antara saya dan saya, baik secara sadar ataupun bawah sadar.

Ada 3 hal yang menjadi pertimbangan diskusi internal kita dalam kaitannya dengan Optimisme: 3 P (Permanence, Pervasiveness, Personalization).

Kita coba misalkan ada kejadian negatip, mobil yang baru kita beli, ketika kita keluarkan dari garasi, ditabrak sepeda motor. Nah apa pemikiran kita?

Permanence: Apakah “selalu”(permanen) begini atau ini hanya “kebetulan”. Optimis akan berpikir ini hanya kebetulan terjadi pada kehidupan kita karena kita sebenarnya adalah orang yang mujur. Pesimis menganggap dirinya memang selalu sial dalam hidup ini.

Pervasiveness: Apakah ini “universal”(umum) atau “specific” Optimis bilang dirinya sebenarnya secara umum hokki dan ini kasus khusus yang terjadi, sebaliknya pesimis menganggap ya beginilah hidupnya yang selalu penuh kemalangan.

Personalization: Apakah yang menyebabkan ini “external factor” atau “internal factor”, disebut juga “locus of control” (penyebab kejadian). Optimis menganggap ini karena pengendara sepeda motor tidak hati2, pesimis menganggap kesialan ini karena dirinya yang lagi sial.

Nah, dalam kejadian yang sebaliknya, misalkan penjualan toko anda hari ini ternyata 3 kali lipat lebih banyak dari biasanya, pemikiran optimis dan pesimis akan terbalik. Optimis menganggap dia selalu sukses dan ini buktinya, secara universal inilah yang melambangkan kehidupan bisnisnya dan ini terjadi karena dia adalah pekerja keras yang seharusnya sukses. Pesimis akan menganggap ini hal kebetulan saja, dan hanya terjadi sekali sekali saja, dan ini terjadi karena toko2 sebelah kebetulan tutup sehingga orang beli ditokonya.

Setiap orang dilahirkan dengan optimisme tertentu, lingkungan dan latihan yang diterimanya juga membentuk optimismenya dalam menjalani kehidupan.

Bagaimana kita memperbaiki optimisme kita? Mengawasi dan memperbaiki “internal talk” yang terjadi didalam kita dan mengarahkan pada 3P yang lebih optimistik. Ini kunci rahasia Optimisme dan ini dapat kita latih.

Lain kali, ketika anda mendadak terkena masalah, awasi apa yang dipikirkan dan didiskusikan dalam benak anda, belajar untuk membiasakan berpikir bahwa itu adalah perkecualian dan khusus hanya kejadian itu saja yang sial, karena anda seharusnya adalah orang sukses yang mujur, dan kesialan itu adalah karena faktor luar.

Sebaliknya kalau mendapat pujian atasan dan bonus khusus yang besar, pikirkan itu memang seharusnya selalu terjadi secara berterusan dan merupakan hak anda, sukses anda memang universal, dan hal itu terjadi karena anda yang memang luar biasa.

Kita belajar dan berlatih matematika, bahasa Inggris, badminton dan golf untuk memperbaiki kemampuan kita dalam hal itu. Mengapa kita tidak belajar dan berlatih menjadi lebih Optimis dalam hidup ini, sehingga bisa lebih sukses dan bahagia?

Mari sobat..tetap Optimis !!

Wednesday, May 13, 2009

Mencintai seperti apa adanya

Ada sebuah cerita yang ringan, menarik sekaligus indah. Konon ada seorang cowok yang jatuh cinta pada seorang cewek. Ini biasa. Cowok ganteng jatuh cinta pada cewek cantik.

Cowok ini adalah seorang pendiam. Tidak banyak cakap. Dan dia takut untuk mengungkapkannya. Akhirnya dia memberanikan diri, "Saya cinta kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" Untunglah cinta si cowok ini tidak bertepuk sebelah tangan. "Saya juga cinta kamu," jawabnya. Maka keduanya mulai menjadi kekasih.

Suatu waktu si cewek berpikir, "Kenapa ya cowokku mencintai saya ?" Dan dia mulai menanyakannya.

"Saya kenal seorang teman cowok. Dia mencintai ceweknya karena dia bisa menyanyi dengan indah. Suaranya merdu dan enak didengar." Dan dia menambahkan contoh teman lainnya yang jatuh cinta pada ceweknya, karena dia pandai menari. Tangan dan kakinya begitu gemulai ketika dia mulai menari.

"Lalu kenapa kamu mencintaiku ?", tanya si cewek. Si cowok hanya diam saja. Memang dia tidak pandai bicara. Dia hanya bisa mematung sambil memandang mata si cewek. Ditanya berulang-ulang, si cowok tetap membisu.

Si cewek mulai naik pitam. Dia mulai berpikir yang negatif. Jangan-jangan si cowok cuma bohong. Mungkin saja dia tidak jatuh cinta padaku, tebaknya. Maka dia ingin memutuskan hubungan dengan si cowok ini. Tentu saja si cowok keberatan.

Di tengah persoalan ini, dalam perjalanan ke luar kota, tiba-tiba si cewek kehilangan kendali pada mobilnya. Mobilnya selip, dan terjun ke jurang. Sialnya dia tidak pakai seat belt.

Suatu keajaiban meski lukanya cukup parah, dia akhirnya sembuh. Meski harus meninggalkan 2 cacat. Yang satu kakinya pincang. Jalannya jadi tertaih-tatih. Dan yang kedua, dia menjadi bisu. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Yang menarik, si cowok tetap sabar dan baik hati menunggui ceweknya.

Dan dia akhirnya berbicara, "Kekasihku, untung aku tidak bilang ke kamu, kalau aku mencintaimu karena suaramu yang indah itu. Dan untung aku juga tidak bilang ke kamu, bahwa aku mencintaimu karena tarianmu yang indah."

"Coba kalau aku menjawab aku mencintaimu karena suara dan tarianmu, padahal sekarang kakimu sudah luka, dan kamu tidak bisa bersuara lagi. Maka aku tidak punya alasan untuk mencintaimu. Alasan apa lagi yang harus aku utarakan, nanti kamu menyangka aku bohong."

"Sebenarnya aku mencintaimu tanpa alasan apapun. Karena aku memang sadar dan benar-benar mencintaimu seperti apa adanya. Walaupun sekarang kakimu menjadi pincang dan kamu menjadi bisu."

Air mata mengalir membasahi pipi si cewek. Dia sungguh tersentuh. Dan mereka kembali menjadi sepasang kekasih.

Kadang kita tidak dapat lagi mencintai seseorang, atau mencintai sesuatu karena alasan a atau b. Bukan berarti kita tidak punya alasan. Tetapi kita memang mencintai pekerjaan kita, mencintai seseorang secara apa adanya.

Wednesday, April 22, 2009

Highschoolers

To my friends in highschools who are attending national exam today, I sincerely hope all the best to you all. Many will make it, but some of you maybe not. And for you who do not make it, do not stop and give up. Retake it and play the game again. I am never be less proud of you -- for all what you need to do is work on it harder and longer.

And no finger-pointing and blame-game necessary, like some elders seem love to do.

I hope you learn a lot from today's exams, whatever the result might be. Rock on!

for my younger brother ANGGIE, GOOD LUCK yeaaahh

Monday, April 20, 2009

Non-voting does not equal Golput!

I always get irritated when anyone refers to those who do not cast their vote as 'Golput.' Even in the media it is very often we see a passage like "Golput rate reached 30%." You may not like math, but the number cited is the non-voting turnout rate. Non-voting turnout is simply non-voting turnout, which is 100%-turnout rate. Become a Golput is one reason, among many reasons, for not voting. People may have other reasons not to vote; lazy (in academic jargon, the benefit to go to the ballot is smaller than the cost), no candidates matches one's preference, unregistered to vote, unable to be present, and so forth.

Back in the 1970s, Suharto 'simplified' the political system by allowing only 10 parties to compete in 1971, then reduced to three in 1977-99. Golput was an expression that no one, including the government, can take away one's political right. So Golput was a resistance movement against an undemocratic election. Even Prof. Budiman himself admit that the current election is already democratic, hence Golput is no longer relevant. Well, you may choose not to vote because you don't like the candidates for any reasons. But the fact is your not being stripped off your rights.

Of course, no one has the patent or copy rights to the term. So anyone can basically use the word, even if it has already been distorted from the original meaning. At your own risk (of embarassment), you may also claim that all non-voting voters have one interest, which you can represent, and think that all of them will vote for you. Wanna try?

Friday, March 27, 2009

Mengukur Diri dalam Dimensi Waktu

Apa sebenarnya yang paling berharga dalam hidup ini menurut anda? Uang, emas, perhiasan, kedudukan, mobil mewah atau popularitas?

Mungkin sebelum menjawab bisa juga ditambahkan satu buah pertanyaan lagi, yaitu: sumber daya alam apa yang sangat amat terbatas dan tidak dapat diperbaharui, jika sudah berlalu maka tak akan ada proses recycle? Jangankan recycle, substitusi atau penggantian saja tidak mungkin dilakukan! (backsound: tahan dulu jawabannya)

Jika uang hilang atau emas dicuri bisakah kita menemukan lagi atau mungkin mencari penggantinya?

Jika kedudukan dan popularitas adalah komoditas yang sangat dicari dan dikejar oleh sebagian orang, apakah kedua hal tersebut bisa menjamin hidupnya menjadi bahagia dunia dan akhirat?

Sebelum ngelantur kemana-mana tulisan ini, saya hanya ingin sekedar mengingatkan kepada kita pada sebuah pepatah arab, waktu itu bagaikan pedang, bisa jadi kamu mampu menebasnya atau kamu akan ditebas oleh waktu tersebut.

Sesungguhnya waktu itu adalah kehidupan itu sendiri. Orang rela habis-habisan untuk bisa membayar biaya pengobatan agar mampu bertahan hidup. Artinya uang bukanlah sesuatu yang sangat berharga dibandingkan kesehatan. Dan kesehatan sebenarnya adalah syarat kehidupan seseorang (baca: waktu hidup) itu bisa berjalan dengan normal dan baik.

Nah, terjawab kan pertanyaan di atas. :)

Berangkat dari situ, semangat saya tergugah kembali untuk mendalami konsep “Breaking the Time” pak Satria Lubis atau jagoan motifator lainnya terkait manajemen waktu…

Jika kehidupan itu adalah sumber daya yang amat terbatas—sudah pasti akan berakhir—tentu hidup itu adalah sesuatu yang sangat berharga dibanding apapun agar ia bisa dimaknai secara mendalam, menjadi modal kebaikan untuk kita pertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi Amanah Waktu tersebut.

24 jam hari ini tidak akan pernah terulang pada hari-hari berikutnya (dengan catatan kita memang masih punya jatah hari-hari berikutnya) Jika malam nanti, misalnya: kita game over, maka sudah stop, taman kreasi kita cukup sampai disitu saja.

Ada seorang ulama yang mengatakan bahwa waktumu tidak akan pernah cukup dibandingkan dengan tugas dan amanahmu. Maka terobosan bagaimana mengoptimalkannya adalah sebuah kunci kesuksesan hidup itu sendiri.

Sebagai seorang muslim, tentu kita bisa memaknai bahwa setiap detik kehidupan adalah dalam rangka menjalankan peran sebagai hamba-Nya. Artinya setiap detik kehidupan tersebut bisa bernilai ibadah dalam aspek spiritual, menjadi sebuah tangga menuju ridho-Nya. (Apapun perannya, dan bentuk aktivitasnya, bahkan ke WC sekalipun).

Namun kali ini—dalam tulisan ini—saya sekedar mencoba mengukur diri (muhasabah) secara matematis parsial terhadap alokasi waktu yang telah saya gunakan dengan mengklasifikasikan segala aktivitas dan peran dalam domain waktu sepekan. Batasan permasalahannya adalah bahwa masing-masing aktivitas kita anggap tegak lurus, tidak saling bersinggungan dan tidak ada korelasi atau hubungan sama sekali. Ini dilakukan agar saya bisa mengukur batas terburuk alokasi waktu pada setiap kategori aktivitas dapat terukur dan bisa dianalisis dengan baik.

Dan hasilnya adalah sebagaimana table di bawah.
Cukup sedih…

Untuk kategori aktivitas yang murni terkait tentang penambahan keilmuan, tsawofah-fikriyah hanya mengambil porsi 5% saja! (artinya dalam 10080 menit dalam sepekan, aktivitas yang dialokasikan pada kegiatan ini berkisar: 480 menit saja). Apa kabar belajar bahasa arab? Apa kabar tentang setumpuk buku yang belum tuntas di baca dan dibuat resume-nya? Apa kabar tentang hapalan Quran dan Hadist, apa kabar tentang penambahan penguasaan di bidang teknologi informasi, dan apa kabar pula tentang penambahan kepahaman terhadap fiqh dan muamalah Islam?? Wow... makin tersudut saja diri ini. :(

Sedangkan untuk aktivitas yang bersifat insani (terkait makan-minum, mandi/MCK, istirahat, rehat, tidur, dan exercise/olahraga) memakan porsi yang paling banyak, yaitu sekitar 31%. Artinya dalam satu pekan mengambil porsi sekitar 3090 menit, atau kurang lebih 8 jam dalam sehari. Normal untuk ukuran orang biasa, namun jika dibanding orang-orang besar dalam sejarah peradaban manusia termasuk tidak normal... terlalu banyak porsinya.

Namun, kadang memang tubuh ini menuntut haknya pula. Dan kita tak mempunyai pilihan lain. Andaikan tubuh ini ada 2 (konfigurasi 1+1 Hot stand by) maka alangkah nikmatnya... saat satu working maka yang lain akan stand by.. (backsound: ngelantur!! Emang perangkat telekomunikasi!! :)

Untuk kegiatan khusus yang bersifat spritual (sholat, tilawah, dzikir dll) memakan jatah sebesar 18% atau setara dengan 1785 menit dalam sepekan.

Untuk waktu khusus bersama keluarga (termasuk bermain dengan anak, bermesraan dan bercanda dengan istri, rekreasi, jalan-jalan, dll) sebesar 19%. Fiuuh,... ini tidak termasuk jika ternyata harus keluar kota atau mendadak harus dinas troubleshooting menangani gangguan jaringan GSM. Bisa lebih tak menentu dan tentu lebih kecil dari itu. Oooh...

Kalau hal ini dirasa kurang, mungkin alokasi untuk tidurnya memang akan dikurangi. Hehehe.. demi anak dan istri-walaupun ngantuk-ngantuk atau capek harus tetap sepenuh hati melayani keriuhan anak-anak bermain... hehehe.

Untuk porsi terbesar kedua adalah aktivitas yang terkait dengan bussiness profesional dalam kuadran: employee.. (backsound: hics.. masih di kuadran ini nih.. belum pindah ke kuadran Investasi, atau bussiness owner) yaa... sementara masih jadi orang gajian alias buruh... hehe

Porsi yang terkait untuk kegiatan soceaty community atau sosial kemasyarakatan ternyata baru memakan porsi 4% saja... hics... atau setara dengan 440 menit dalam sepekan. Dan tentu hanya ada pada 2 hari akhir pekan dengan sedikit mengorbankan waktu berharga bersama keluarga. Kegiatan ini meliputi rapat organisasi, meeting ormas atau LSM, aksi sosial, hingga aksi lainnya.

Bagaimana dengan hubungan dengan tetangga? Nah ini lah PR terbesar yang terbengkalai. 7 hari dalam sepekan ketemu tetangga paling pas mau pergi ke masjid saja… say hello and give the smile… hehehe… sesekali ikut kerja bakti ngebersihin parit dan jalanan saja. Itu pun 2 bulan sekali agendanya…

So… waktu kita ini memang amat sangat terbatas…
Sumber daya yang amat mahal. Tak tergantikan!!
Dan ia tak akan pernah cukup memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan angan-angan manusia, juga untuk kerja, tanggung jawab, amanah dan tugas kita...

Fiuuuh...
Its just Breaking the time…
Brothers…

Resiko kecil

Resiko hanyalah persoalan persepsi. Resiko itu besarnya ekivalen dg apa yang kita inginkan. Ketika kita bersemangat untuk mencapai tujuan, maka resiko akan terasa kecil. (Paul Hanna)

Monday, March 23, 2009

Merangkul Kesedihan, Cinta melahirkan keajaiban.

Setiap manusia dilahirkan dengan sebuah kelengkapan perasaan, ada suka ada duka, ada sakit ada kenikmatan, ada kecintaan ada kepedihan, ada manis ada pahit, ada kebahagiaan dan ada kesedihan.

Mereka datang sebagai saudara kembar, yang silih berganti menjenguk kita, menemani kita dan membesarkan diri dan jiwa kita.

Cinta melahirkan keajaiban, cinta menciptakan pesawat terbang, menemukan benua Amerika, membuat komputer dan interne. Cinta melahirkan kebesaran dan keagungan. Cinta yang agung salalu menyentuh kita dan menitikkan air mata haru.

Kita harus belajar menikmati kesedihan kita. Kegagalan adalah saudara kembar kesuksesan, tak ada arti tawa bila tangis tidak kita lalui. Lihatlah betapa dekat mereka: Orang yang sangat berbahagia akan menangis dan orang yang sangat sedihpun tertawa hambar. Hidup penuh dengan semua hal itu dan terjadi pada semua orang. Presiden ataupun tukang becak akan sama bahagia dan sedihnya menghadapi keagungan kehidupan ini.

Ketika kita sudah mulai dapat menikmati kesendirian kita tanpa kesepian, merangkul kesedihan kita tanpa menyalahkan, maka secara perlahan kita mampu mengupas duka kita sehelai demi sehelai dan menjadikannya rasa syukur dan suka cita.

Kata Khalil Gibran: Kebahagiaan adalah kesedihan yang telah terbuka kedoknya. Tawa dan tangis berasal dari mata air yang sama.

Ketika kita mengejar sukses dan kebahagiaan, kita akan terperangkap dan terjebak pada hutan liar, kupu2 hanya akan datang sendiri saat kita diam dan termenung menikmati kesedihan kita. Karena ketika ketenangan menjenguk kita, semua akan terlihat lebih terang, tanpa perlu menyilaukan.

Kegelapan dapat menyembunyikan meja, kursi, pohon, batu, gunung, tetapi ia tidak dapat menyembunyikan cinta.

Nikmatilah apapun yang datang dan menjenguk kita. Arti terbesar hidup ini pada akhirnya adalah perjalanan hidup ini sendiri. Tidak ada tujuan akhir, yang ada hanyalah sebuah perjalanan panjang yang harus kita nikmati.

Tidak ada kebencian, tidak ada penyesalan, tidak ada pengurbanan, yang ada hanyalah rasa syukur yang dalam dan cinta tanpa batas waktu.

Sunday, March 22, 2009

Tentang Ikhlas dan yang kita miliki

Yang Indah hanya sementara
Yang Abadi hanyalah kenangan
Yang Ikhlas hanya dari hati
Dan yang tulus hanya ada dari sanubari


Tidak mudah mencari yang hilang
Dan tidak mudah mengejar impian
Namun jauh lebih susah adalah mempertahankan apa yang ada

Karena...

Yang tergenggam bisa terlepas,
dan yang terikat justru membelenggu

Jika kita tidak memiliki yang kita sukai
Maka sukailah apa yang kita miliki.

Tuesday, March 3, 2009

My Life is mine

Kemarin saya ngobrol banyak dengan "adek saya", tentang hidup.

I've just read Ice's blog,sahabat yang udah lama gak contact, ngebahas tentang kesempatan dan pilihan. Eh bukan ding, judulnya : Belajar Mencintai Seseorang Yang Tidak Sempurna Dengan Cara Yang Sempurna.
Sangat menyentuh. Silakan baca sendiri.

My stupid analysis again yah , Katanya semakin kita dewasa, semakin bagus kita mengambil keputusan. Ironisnya semakin kita dewasa pilihan-pilihan yang ada semakin sedikit. Banyak hal-hal yang (kita biarkan?) mengekang hidup kita dan karenanya membutuhkan kita untuk memilih satu dan mengorbankan lainnya.

My life is mine. I create the options. And I make the decisions. My regrets and victories are of my own responsibility.

Ya Allah, berilah aku kekuatan menentukan pilhan. Sesungguhnya hidup ini dijalani untuk mencari ridhoMu. Bantu aku mencarinya.

Monday, March 2, 2009

S.M.A.R.T

Untuk menentukan goal setting harus memenuhi syarat SMART:

1. Spesifik.Harus punya tujuan yang spesifik.

2. Measurable. Bisa diukur. Saya mau kenal dengan 20 orang.

3. Attainable. Harus dapat dicapai, dengan sumber daya dan kemampuan kita yang ada.

4. Realistic. Anda hanya mau kenal 20 orang dalam dua bulan, bukan 200 orang dalam sebulan. Itu tidak realtistik.

5, Timely. Ada waktunya. Jadi dua bulan saya kenal 20 orang baru, yang akan saya catat nama dan alamatnya. Dan persahabatan itu akan saya gali lebih dalam persahabatan ini.

Ini adalah sebuah cara untuk memperluas ruang kenyamanan kita. Meninggalkan ruang kenyamanan, mencoba melakukan sesuatu yang baru yang nantinya akan membawa keberuntungan dan kesuksesan yang lebih baik dalam kehidupan kita.

Thursday, February 26, 2009

Belajar dari semut

Ada empat hal yang mengagumkan dari seeekor semut.

Pertama semut tidak kenal menyerah dalam mencari cara untuk mencapai tujuan. Apabila menghadapi rintangan ia akan berbelok ke kanan, ke kiri, ke atas ke bawah, dan bila diperlukan ia akan berputar.

Kedua, semut senantiasa memikirkan hari depan. Semut mengetahui bahwa musim panas pasti akan berakhir, dan musim hujan akan tiba. Karenanya selama musim panas semut mengumpulkan makanan sebanyak-banyaknya.

Ketiga, semut selalu berpikir positif dan semangat mencari peluang. Saat musim hujan, semut senantiasa bersemangat menunggu datang musim panas. Bila hujan berhenti walaupun sejenak, semut-semut akan keluar dari sarangnya mengumpulkan makanan.

Yang terakhir,semut selalu berusaha semaksimal mungkin yang bisa ia lakukan. Ia tidak pernah membatasi dirinya.

Tuesday, February 24, 2009

Air mata kesombongan

Seringkali ketika sesuatu terjadi di luar rencana, harapan dan keinginan gagal tak tercapai, barulah manusia mengingat Nya. Sadar dirinya tak mampu berbuat apa-apa, jika Allah sudah berkehendak. Saat itulah biasanya manusia berkeinginan untuk menangis dan tersadar untuk mengingatNya. Namun, tak lama bila ada harapan dan keinginan yang terwujud, maka tertawalah ia dan lupa lagi kepada Sang Pemberi Harapan. Sudah biasa manusia itu menangis, melelehkan air matanya, di saat merasa hancur. Tujuannya gagal, harapannya tak tercapai dan cita-citanya berantakan. Atau, apabila yang telah diupayakannya mengalami kebuntuan.

Menangis, adalah cara Allah menunjukkan kekuasaan dan KemahaBesaran Nya. Air mata itu mungkin diciptakan untuk menyadarkan manusia agar senantiasa mengingat Nya. Titik-titik air bening dari kelopak mata itu bisa jadi adalah teguran Allah terhadap diri kita yang selama ini selalu saja melalaikan Nya dan sibuk dengan kehidupan ini. Semestinya, tangisan itu dapat meluluhkan keangkuhan hati dan kesombongan dalam dada, hingga timbul kesadaran diri. Karena hanya Dial ah yang berhak berlaku sombong bukan kita kita ini yang hanya manusia biasa ciptaanNya.

Dan seharusnya air mata itu dapat melelehkan pandangan mata dari meremehkan orang lain, supaya lebih bisa menghargai sesame. Air mata seharusnya dapat menjernihkan mata kita supaya lebih bisa melihat Kemahabesaran dan kekuasaan Allah SWT. Titik-titik bening itu akan membersihkan debu-debu pengingkaran yang menyesaki kelopak mata yang menjadikan seringkali lupa bersyukur atas nikmat karunia Nya.

Semestinya pula, melelehkan iar mata membuat hati tetap basah oleh ketawadhuan , qonaah, dan juga cinta terhadap sesame. Air mata menajdi penyadar bahwa apapun yang kita upayakan semua tergantung pada Nya. Tak ada yang patut disombongkan pada diri di hadapan yang diperbuat akan jauh lebih banyak. Wallahu a’lam.

Friday, January 30, 2009

Tentang Keberuntungan

Keberuntungan adalah dividen dari cucuran keringat kerja keras.
Semakin anda berkeringat karena kerja keras, anda akan semakin beruntung.
( Ray Kroc. Pendiri McDonald's )

" Keberuntungan ", adalah sebuah kata yang selalu ingin di dapatkan oleh semua orang.
Lihatlah betapa banyak undian-undian dan kuiz-kuiz dibuat yang selalu mengedepankan keberuntungan. Sehingga banyak pula orang-orang yang tertarik untuk mengikutinya karena percaya akan mendapatkan keberuntungan itu.

Banyak pula diantara kita yang sering mengucapkan kata 'untung' ketika berkata-kata, seperti : " untung saya....ini ", " untung saya ... itu "..., bahkan ketika mendapat musibah pun kita masih sempat mengucapkannya : " untung saya tidak luka..." , " untung sakitnya tidak parah..." dan sebagainya.

Keberuntungan dapat dikaitkan pula dengan Peluang, ketika kita banyak melakukan sesuatu maka peluang kita semakin besar.
Semakin kita bekerja keras, maka peluang berhasil semakin terbuka lebar. Disanalah keberuntungan juga akan tersedia.

Orang yang beruntung adalah orang yang siap saat kesempatan datang menghampirinya

Friday, January 23, 2009

Self Promotion

It's time for another installment of our infamous Self-PromotionTM postings. Let me shamelessly quote two full paragraphs from a blog entry by Steven Levitt at Freakonomics:

You may remember Joey Cheek as a gold medal speed skater from the Winter Olympics. It turns out he is also quite smart. He was admitted to Yale, Princeton, and Stanford. (Harvard, however, turned him down.)

Parade magazine quotes Cheek as saying that he plans to study economics. And then he goes on to blow the secret we economists have so carefully guarded for all these years. He plans to study economics because “that’s what gets the chicks.”


Joey, Joey. You just can't keep a secret, can you? Here's the website of Mr. Chick Magnet himself for you ladies.

That, ladies and gentlemen, is Self-Promotion #393. (Or is it self-vilification?)

Thursday, January 8, 2009

Dari seorang sahabat

" Akh..., saran ane..sebaiknya antum jadikan faktor keshalihan sebagai indikator. Bukan faktor kecantikan atau kegrapyakan si wanita. Karena sesunguhnya kecantikan dan keramahan dia hanya akan terasa dominan sangat indah di tahun pertama saja.

Tahun berikutnya, ketika mulai banyak warna muncul dalam rumah tangga kalian, maka keshalihan si istri akan sangat menentukan keindahan rumah tangga kalian. Believe me, inner beauty dan pemahaman agama si istri akan lebih berharga bagi rumah tanggamu nanti.

Trust me! Cara dia memperlakukanmu ketika kamu jatuh, cara dia menahanmu ketika kamu melambung tinggi dan cara dia mengobati mu ketika hatimu luka, semua itu akan dia lakukan ketika dia sadar bahwa ridha Allah akan mengalir pada dirinya ketika dia melakukannya dengan petunjuk Nabi atas dirimu.

Remember, pernikahan adalah membangun cinta. Bukan menikmati cinta....

Wednesday, January 7, 2009

Purpose, Faith and Passion

Saya sering mendengar orang mengatakan bahwa dirinya selalu hidup dalam kekurangan dan kegagalan karena menjalani usaha yang salah atau memilih profesi yang salah. Mungkin Anda pun pernah mendengar atau malahan termasuk salah satu yang berpikir demikian.

Kepada mereka yang berpikir demikian sering kali saya justru bertanya dalam hati apakah memang ada bisnis yang salah? Atau adakah profesi yang salah? Selama bisnis atau profesi tersebut jujur, beretika dan tidak merugikan siapapun dimana letak kesalahannya?

Jika memang apa yang kita lakukan itu beretika, jujur, tidak merugikan siapapun dan bahkan memberi manfaat bagi orang lain namun belum juga membawa kita menuju kesuksesan yang kita impikan apa yang harus diperbaiki?

Pernahkah kita bertanya dalam diri kita sendiri: apakah tujuan kita menjalankan sebuah bisnis? Apakah tujuan kita menggeluti profesi yang kita jalani saat ini? Apakah kita benar-benar mencintai profesi/bisnis yang kita jalani sekarang ini?

Faktor internal dalam diri kita sebenarnya merupakan faktor penentu kesuksesan ataupun kegagalan yang kita alami. Untuk mampu mencapai sebuah keberhasilan yang kita perlukan adalah rasa cinta pada apa yang kita tekuni entah itu profesi ataupun bisnis. Saya sering menyebut rasa cinta ini sebagai passion. Dimana dengan rasa cinta ini kita selalu bersemangat dan begairah dari waktu ke waktu, dari hari ke hari untuk menjalani aktivitas tersebut.

Jika kita adalah seorang entrepreneur apakah kita mencintai bidang yang saat ini digeluti? Atau sekedar keterpaksaan demi mencukupi kebutuhan? Para entrepreneur yang memiliki passion kuat karena rasa cinta akan bidang usaha yang ditekuni cenderung mencapai keberhasilan ketimbang mereka yang asal jalan saja. Passion yang kita miliki akan menjadi daya tarik bagi orang-orang di sekitar kita.

Bagaimana membangkitkan rasa cinta akan pekerjaan kita? Jika kita memilih bidang usaha/pekerjaan yang memang sesuai dengan minat tentunya tidak sulit untuk mencintainya. Namun jika saat ini kita sudah berada dalam suatu usaha karena keterpaksaan (meneruskan usaha orang tua, modal terbatas, tidak ada pilihan lain, dsb.) apa yang dapat kita lakukan?

Berpindah ke bidang usaha baru memerlukan energi yang tidak sedikit, sumber daya yang tidak sedikit termasuk dana. Bayangkan jika kita tidak mencintai bidang usaha saat ini namun dikemudian hari usaha kita berkembang sedemikian rupa sehingga dari usaha itu Anda mampu menyekolahkan anak-anak kita ke sekolah terbaik, membeli rumah/mobil yang kita impikan, memberikan lapangan kerja yang menyejahterakan para karyawan, memampukan kita memberi bantuan pada mereka yang berkekurangan dan bahkan mungkin dapat diwariskan selama tujuh turunan. Akankah kita mencintai bisnis kita ini?

Ya, pertumbuhan bisnis akan menumbuhkan pula rasa cinta terhadap bisnis itu sendiri. Agar bisnis kita dapat bertumbuh yang diperlukan adalah tujuan (purpose) dan keyakinan (faith). Tanpa tujuan kita kehilangan arah, tanpa keyakinan kita tidak akan memperjuangkan tujuan. Tujuan yang kita yakini pada akhirnya akan menumbuhkan gairah (passion) dalam menjalani usaha tersebut. Dan seperti telah disebutkan di awal bahwa passion inilah yang akan memancar kepada orang-orang di sekitar kita dan menjadi daya tarik tersendiri.

Cobalah tanamkan dalam diri kita sendiri sebuah tujuan yang konkret dan benar-benar ingin serta harus kita capai. Kalau boleh meminjam kalimat yang sering dipakai Pak Tung Desem (TDW) kurang lebih demikian: kalau dilakukan membawa nikmat luar biasa kalau tidak dilakukan akan membawa sengsara yang tak tertahankan. Yakini bahwa kita mampu/harus mewujudkan tujuan tersebut dan saat ini kita berada di jalur yang benar, pelihara dan jaga selalu keyakinan itu walau apapun yang terjadi. Yakin juga bahwa segala usaha yang kita lakukan membawa kita semakin dekat pada tujuan itu. Dengan demikian jika kita sungguh-sungguh meyakininya pasti akan lahir passion. Semakin kuat keyakinan yang kita miliki semakin kuat pula passion-nya.

Cukup kita meyakini (dengan sangat kuat) dalam diri kita sendiri bahwa tujuan itu pasti tercapai dan tidak perlu menceritakan pada orang lain dengan kata-kata. Hal yang penting untuk ditunjukkan dan disampaikan kepada orang lain adalah passion yang kita miliki bukan kata-kata keyakinan kita.

Bawa passion dan keyakinan tersebut dalam berhubungan dengan siapapun. Dengan keluarga, tetangga, teman, pelanggan, mitra, dll. Yakini pula bahwa orang-orang yang kita temui ini akan membantu kita mewujudkan tujuan entah langsung maupun tidak langsung. Di atas segala-galanya jangan lupa untuk selalu bedoa dan memohon bimbingan-Nya dalam setiap usaha dan tujuan kita sebab hati manusia menimbang-nimbang jalannya tetapi Tuhan mennetukannya .

Perhatikan apa yang terjadi... (meminjam kalimat Pak Mario Teguh). Masihkah kita akan menyalahkan bidang usaha dan profesi yang kita pilih? Atau sikap mental kita-lah penyebabnya?

Sebagai tulisan awal tahun, mari kita tingatkan Passion kita menuju yang lebih baik, lebih bahagia dan sejahtera. Semoga langkah-langkah kita sebagai hamba Nya diridhoi oleh Allah SWT. Amien