Thursday, February 14, 2008

Kebahagiaan Internal

Kapan ya.. kita merasa bahagia?
Apakah ketika memperoleh hadiah? Terima Gaji? Dapat Bonus? Dapet Project dengan profit Gede? Mendapatkan ucapan selamat? Atau...
Semua itu bisa menjadikan kita bahagia karena ada stimulus dari luar yang membuat kita dapat memenuhi kebutuhan.

Tapi, bagaimana ceritanya ketika semua yang datang kepada kita itu habis? Hilang? Lenyap atau tidak lagi menjadi milik kita? Sudah tentu bila sumber kebahagiaan tersebut tidak ada maka yang muncul adalah ketidakbahagiaan. Dengan sendirinya kita harus mengejar kembali sesuatu yang dapat membuat kita bahagia tadi. Apakah ini model kebahagiaan yang salah?

Tidak juga, tapi kalau Kita merasa bahagia karena sesuatu yang datang dari luar, maka siap-siap saja untuk kecewa karena sesuatu yang datangnya dari luar tidak abadi sifatnya. Ironisnya model kebahagiaan seperti ini nyaris diyakini oleh 80 persen orang kebanyakan yang hidup di dunia ini.

Lantas, apakah ada model kebahagiaan yang lain?
Ada dan ini sifatnya abadi. Model kebahagiaan kedua adalah kebahagiaan "internal".

Kebahagiaan ini datangnya dari dalam diri kita dan bukan dari luar diri kita. Tapi, bagaimana caranya kita memiliki model kebahagiaan seperti ini? Sepertinya susah untuk merealisasikannya. Lagi pula, kebanyakan orang bisa merasakan kebahagiaan apabila mencapai sesuatu dan mengejar hal lain bila sesuatu itu sudah tercapai. Kita bisa mencapai kebahagiaan internal dan kabar gembiranya, bila kita memiliki kebahagiaan internal, maka kebahagiaan eksternal bisa tercapai. Sementara, bila hanya mencapai kebahagiaan eksternal, maka kebahagiaan internal tidak bisa dimiliki. Caranya sederhana, ciptakan batin kita menjadi bahagia. Caranya bermacam-macam, salah satunya dengan selalu memiliki rasa bersyukur.

Coba ya..hitung, anugerah yang sudah kita peroleh sejak lahir sampai sekarang. Kita diberi nikmat hidup, bentuk tubuh yang normal (kalo tidak mau dibilang indah), bernapas, diberi mata, diberi hidung, mulut, lidah, paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan pikiran. Belum lagi di luar kita, kita memiliki orangtua, saudara dan kerabat, sahabat yang selalu mendukung, teman, kenalan, tetangga, dll. Allah SWT sudah memberikan segala kebutuhan kita di dunia ini lengkap dengan segala fasilitasnya. Apakah masih kurang segala sesuatu yang sudah diberikan kepada kita? Sepertinya kita memang kurang memiliki rasa bersyukur atas hal-hal di atas yang selama ini sudah menopang hidup kita. Cobalah kita syukuri satu per satu, maka hasilnya akan sangat luar biasa bahagia.

Ya Allah ...
Aku bersyukur hari ini masih diberikan kesempatan untuk hidup.
Aku bersyukur hari ini masih bisa bernafas.
Aku bersyukur diberikan kesehatan, sehingga aku bisa menjalankan aktivitas sehari-hari.
Aku bersyukur atas segala nikmat yang sudah diberikan kepadaku baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Betapa banyaknya, dan aku tidak bisa menghitungnya.
Terimakasih Ya Allah, terimakasih alam, terimakasih anggota tubuhku

Ucapkan kata-kata di atas dalam suasana hening, penuh dengan perasaan, bayangkan semuanya memberikan ucapan selamat kepada Kita, menepuk-nepuk bahu Kita, bersalaman kepada Kita. Tuhan pun tersenyum melihat Kita penuh rasa syukur dan Dia berjanji akan menambah nikmat-nikmat yang lain walaupun tidak kita minta. Subhanallah....

Cara lain yang biasa saya lakukan adalah bangun malam untuk salat Tahajud dan kadangkala kalo tidak malas, tadarus Alquran. Ada satu perasaan bahagia yang tiada tara ketika membuka mata pada pukul 03.00. Sambil mengucapkan alhamdulillah saya bangun dengan penuh senyum dengan perasaan Allah juga senang melihat hambanya bangun pada dini hari.

Saya ambil air wudu, saya basuh satu per satu anggota rukun wudu sampai selesai. Saya ambil sajadah, kain sarung, dan baju sopan yang bersih. Allahu Akbar.... Kuucapkan kebesaran Allah Yang Maha Kuasa di keheningan malam. Lagi-lagi, Allah dan malaikatnya tersenyum lebar, gembira melihat hambanya bertafakur, berdoa, bermunajat, merendahkan diri, bersujud di depan Sang Pencipta. "Sesungguhnya salatku, hidup, dan matiku hanyalah milik Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu." Ayat demi ayat dilantunkan secara perlahan, benar-benar terasa nikmat dan lapang dada. Ketika saya ingat dosa-dosa saya tak terasa air mata pun berlinang, apakah Allah masih mau untuk memaafkan saya? Padahal dosa selama hidup baik yang terasa maupun yang tidak terasa jumlahnya sangat banyak. Saya pasrahkan kepada kebesaran Zat Yang Maha Pengampun, mudah-mudahan masih mau untuk mengampuni hamba yang zalim ini.

Saya benar-benar menikmati gerakan demi gerakan salat sampai salam. Lagi-lagi entah mengapa rasa bahagia tersebut seolah masuk ke dalam diri dan memeluk erat-erat seakan tidak mau terlepas dari batin dan tubuh saya. Setelah berdoa saya ambil HP untuk telp pada Ibu saya, membangunkan kedua adik saya, mengirimkan SMS pada sahabat-sahabat dan teman yang biasa qiamulail (salat di tengah malam secara teratur) atau kepada siapa saja yang sekiranya saya kenal. Siapa tahu dia terbangun dan menjalankan salat malam juga. Isinya kira-kira, "Assalamualaikum, Dengan segala kerendahan hati, marilah kita menyerahkan diri kepada Allah, Sang Maha Pencipta untuk salat malam." Ataupun
"Ikhlas adalah kunci utama meraih ridho Allah, sabar saat mendapat ujian dan syukur atas nikmat tak terhingga, Di akhir malam ini, mari bersujud kepada Allah “. Kemudian saya kembali berdzikir dan berdoa. Selesai dzikir ada beberapa yang membalas SMS tersebut. Muncul lagi perasaan bahagia karena bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama. Usai salat dilanjutkan dengan tadarus Alquran sampai datang waktu salat subuh, kalo tidak terserang kantuk.

Keesokan harinya rasa bahagia tersebut menjadi teman sampai sore hari bahkan sampai malam harinya lagi. Ketika berjalan seakan-akan alam menyapa dan senyuman dan lambaian. Semuanya tersenyum, semuanya melambai, semuanya mendukung. Kondisi seperti itu benar-benar memengaruhi kita ketika berkomunikasi dengan orang-orang. Terlihat penuh semangat, antusias, percaya diri, dan yang lebih penting muncul ketulusan dalam berbagai bentuk pembicaraan. Pekerjaan tidak terasa sebagai beban tapi terasa senang menjalankannya. Kebahagiaan internal benar-benar dapat mempengaruhi kondisi eksternal dan akhirnya bisa mencapai kebahagiaan eksternal. Sampai di sini saya dapat mengambil kesimpulan, apabila kita menggapai kebahagiaan internal, maka kebahagiaan eksternal dengan sendirinya dapat dicapai.

Memang untuk mencapai kebahagiaan eksternal berupa materi membutuhkan waktu. Sesuatu kalau ingin terwujud secara materi ada hukum-hukum tersendiri yang tidak bisa dilawan. Misalnya saja, kalau kita ingin berhasil sudah tentu kita harus ulet, rajin, konsisten, dan berusaha terus-menerus. Demikian juga kalau ingin mencapai yang kita inginkan, ada jeda waktu untuk mencapainya. Tapi, kalau kondisi kita berada dalam positive feeling, maka waktu tersebut tidak menjadi masalah asalkan bisa tercapai. Kita memiliki sikap sabar dan tawakal.

Passion, Power & Pride, seperti slogan sebuah Bank Swasta.



1 February 2008
Jakarta Banjir

1 comment:

Anonymous said...

Good post.