Wednesday, April 30, 2008

Gairah

Pagi tadi saya di sms sama sahabat saya, katanya begini Kalo belum sehat bener jangan dipaksain ntar malah jadi typhus bos, Nuwun. . Berkaitan erat dengan pesen sahabat tadi,saya tetep melakukan aktivitas seperti biasa. ya..karena ada gairah.

Yup Gairah, namun jangan ngeres dulu pikiran Anda dengan judul diatas. Let’s get positive thinking, Dude. Yang akan saya bicarakan adalah tentang gairah kaitannya dengan motivasi.

Percaya ataupun tidak, gairah memberikan motivasi. Mereka yang memiliki gairah tidak akan mudah menyerah, serta rasa takut. Karena mencintai pekerjaan , orang-orang tidak mau berhenti. Gairah menciptakan momentum tak berwujud, namun ampuh, yang membuat mereka merasa tak terkalahkan.

Saya kenal dengan orang-orang yang memiliki gagasan yang sangat dan sungguh fantastis, namun tidak dapat membuat gagasan itu lepas landas, faktor mendasarnya adalah karena mereka lemah dalam pendekatan terhadap segala hal. Mereka pikir gagasan mereka akan lepas landas dengan sendirinya, atau gagasan itu sudah cukup. Padahal sekali-kali tidak.

Memiliki ide saja tidak cukup. Otak pintar dan jenius tidaklah cukup, Ide dan gagasan diramu berbagai strategi juga tidak akan mumpuni. Kita harus mengambil Tindakan nyata. ACTION…

Jika kita tidak memiliki motivasi, antusiasme, ide besar. Atau apapunlah itu namanya. Ide-ide besar yang kita ciptakan hanya akan teronggok dalam file-file di laptop, hanya akan tersebar di meja kerja atau malah hanya ada di dalam kepala tanpa pernah bergerak kemanapun.

Ketiadaan gairah seringkali menjadi faktor pembeda antara KEBERHASILAN dan Kegagalan.



To : Opa, Thanks banget.Gue sehat euy

Saturday, April 19, 2008

Entrepreneur is not for Everybody

Ntar postingnya....
Banyak banget yang harus di handle, dan kemampuan yang harus dimiliki. Dari A sampai Z.

Okey, saya teruskan tulisan ini walaupun sangat tidak memuaskan. Tapi intinya adalah sebagai berikut :


Kalau kita bicara soal tren apa ang marak di 2008, wah bisa banyak. Tapi untuk pelaku ekonomi baru, saya rasa tren karakteristiknya ada dua, yaitu: punya knowledge yang bagus dan berorientasi pasar.

Kita pakai cara sederhana saja, dari 200 juta lebih penduduk Indonesia, kita bisa berdagang. Dan ini maraknya di sektor UKM. Kenapa UKM bisa tetap survive di saat krismon? karena ia langsung melayani kebutuhan masyarakat konsumen. tidak mungkin orang tidak beli bensin, tidak pakai sabun. Itu logikanya. Dengan ini kita bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Pedagang adalah format yang bikin kita cerdas.
Karena seorang pedagang terbiasa bertindak efisien, tepat waktu. Itu membuat kita lebih kompetitif untuk berorientasi pada market. Kita jadi awas terhadap sekeliling. Ini harus ditunjang dengan knowledge yang bagus. nah sekarang, pengusaha kita kadang baca koran saja tidak. Ini kejadian.

Percaya atau tidak, Entrepreneur is not for everybody, entrepreneur itu tidak untuk semua orang. Hanya dibutuhkan orang yang mau dan bisa belajar. Kalau kita takut untuk itu, jangan coba-coba. Perlu keberanian di sini. Tapi anehnya, orang kita itu berani berpetualang di politik, tapi kalau di masalah duit kok nggak berani.

Terjun ke dunia entrepreneur memang membutuhkan keberanian luar biasa. Entrepreneur itu tidak digaji. Dari pagi sampai sore bukan untung terus, malah kadangkala no margin. Banyak kejadian seperti itu. Tapi bagi saya, kita mengerjakan sesuatu dengan baik. Itu tadi kuncinya, knowledge dan orientasi pada pasar.

Pertama, adalah peluang, pengusaha harus jeli dan berpikir cepat dalam menindaklanjuti peluang-peluang yang datang di sekitar kita. Banyak peluang, namun tidak semua harus kita ambil. (Pengusaha sebagai Risk taker).

Kedua adalah skill dalam mengolah semua sumber yang ada (pengusaha sebagai manager)

Ketiga adalah modal, modal juga sangat berpengaruh terhadap eksekusi peluang dan rencana. (pengusaha sebagai investor)

Keempat adalah entrepreneur harus mampu bernegosiasi dengan pihak supplier.(pengusaha sebagai negosiator dan PR)

Kelima adalah harus bisa menginterview dan menyeleksi calon karyawan,(Pengusaha sebagai HRD)

Keenam harus bisa paham dan mengerti tentang ilmu-ilmu hukum, keuangan, dll (Pengusaha sebagai Analisis Hukum dan Keuangan)

Ketujuh harus tahu seluk beluk Supply Chain Management nya.

Kedelapan harus bisa menjual (Pengusaha sebagai Sales)

Kesembilan harus bisa menjalin hubungan baik dengan prospek, dan customer.

Kesepuluh harus bisa mengelola semua yang telah tersebut dalam point 1-9.

Kesebelas Berdoa. (pengusaha harus Dekat dengan Allah SWT)


Banyak lah, dan untuk tahu itu, harus terjun sendiri. Sebuah kepuasan batin yang tidak bisa dituliskan dengan kata-kata.

Tidak, seorang pengusaha tidak mutlak untuk tahu itu semua, yang penting adalah Point 1 dan terakhir. Point lainnya bisa kita minta bantuan sahabat, ato teman kita ato konsultan khusus yang telah kenal baik dengan kita. Betul kan.

Wednesday, April 9, 2008

Losing Tiger, Hidden Fortune

The Economist asks, "Other emerging economies are producing world-class companies by the dozen. Why aren't the countries of South-East Asia?"

You may be tempted to damn politically connected entrepreneurs, or the old stories of rent seeking, corruption, and cronyism. But the magazine cleverly avoids to replay these old songs, as it writes:

Similar things were once said of much of the rest of Asia—and sometimes still are. But somehow other countries' top businesses, even in India, the home of the licence Raj, have escaped this mediocrity trap.

So what are the problems of us, the losing tigers?

First, diverse and fragmented SEA market (think of more unified China and India) prevents economies of scale in the local market.

Second, lack of technology and higher education promotion results in SEA's middling labor productivity growth (in contrast to climbing East and South Asia's figures).

And third, the conglomerates is less focused in doing particular industry. They want to do everything, --and goes nowhere.

I think above are well observed points. Yet, it is rather a too broad analysis on business climate. More micro analysis, like a thorough observation at firms level on, say, how Tata of India or Lenovo of China have managed their way up would help more.

Are we gonna be able to see 30 (or 50) Indonesian firms in Fortune Global 500 list in 2030? I do hope we can. It isn't a too ambitious project. China has 24 firms, India 6, and Brazil 5 on the list.

Now..In 2008, I must add. Bismillah...

Monday, April 7, 2008

The Economist of Cinta Laura

I can forgive you if you don't know who this year Nobel Laureates were. But if you don't know who Cinta Laura is, dude... get a life. She's the Indonesian Paris Hilton, in case you wonder. No, no... don't think of the video scandal. Cinta's still innocent. And she doesn't drive, yet.

My friend just circulated the famous quotes of Cinta Laura. Thanks to someone crazy enough to collect them from various tabloids and infotainment interviews. We thought that some of her comments are examples of real-world applications of economic concepts. Here are some examples. I keep the Indonesian version because, well, it's hard to translate his words in any language to be honest.

Just a note: although the comments are in Indonesian, read them in English pronunciation.

Gains from trade:
"Bahasa Indonesia saya buruk sekali, jadi Cinta will be going to Australia to improve Bahasa Indonesia Cinta."

Efficiency and constraint (the government must learn how to do that):
"Dari kecil papa sudah punya banyak mobil waktu di German kita punya 5 mobil tapi karena garagenya tidak cukup jadi papa menjual mobil-mobil itu tinggal 2. Tapi aku paling suka yang Audi A4."

Comparative advantage:
"Kamu nggak cocok pake logat english karena kamu dari kecil tinggal di Indonesia," Cinta Laura told Samuel, a teenage newcomer artist who has an 'Indo' face but was born and grew up in Indonesia.

Intertemporal optimization:
"Banyak orang-orang yang ikut dunia entertainment langsung drop out of school, itu menurut aku that's really really stupid. Soalnya mereka nggak pikirin long term."

Coner solution in utility maximization (if one good is free, one will only consume that good and set the consumption of the other one zero):
"Aku kalow di dalam negeri sukanya liburan ke Bali karna aku punya apartmen disana."

Bequest in the overlapping generation model:
"Aku udah keliling keliling dunia, ke London, German and several countries karena papaku General Manager di Hyatt."

Survival model of firms -- heterogeneity matters:
"Not all beautiful people bisa menjadi famous."

Matching definition of transfer beneficiary:
"Aku gak suka dengan istilah boyfriend... aku lebih suka disebut teman dekat..teman buat punching, running, lari lari kecil ..."

What the f@!#???:
"Udah hujhan, bechek, gak ada ojheg……”

Thursday, April 3, 2008

News from Washington

I've just received short Message from my friend, Rizal Shidiq

Meet an american boy : Lintar Angestu Wijanarko Shidiq. Born 3/29/08. 9 PM. 3,15 kgs


Congratulation Kang, ternyata lelaki sejati euy,...